A. FOTO KARYA
Nama : Eky Dimas Yuliati
Kelas : XII
IPA 3
No : 10
B. IDENTITAS
·
Judul
karya : The Simple House
·
Jenis
karya : Kolase Limbah Alam
·
Media : Triplek,
kardus, limbah alam, lem kayu, serbuk kayu
·
Ukuran
: 60 x 40 cm
·
Tahun
pembuatan : 2013
C. KONSEP
Setiap hari kita akan menemukan sampah alam di sekitar kita. Seperti kulit rambutan, daun rambutan, daun jambu,
daun jeruk dan lain-lain. Sampah alam tersebut dapat digunakan untuk membuat
suatu karya seni yaitu kolase limbah alam.
Untuk membuat suatu kolase limbah alam kita perlu
menyiapkan triplek, kardus atau sterofom, serbuk kayu, lem kayu, serta bahan
utama beberapa sampah alam yang sudah dikeringkan. Langkah pertama, kita
membuat desain obyek yang akan di buat di triplek dan kardus. Langkah kedua,
potongi desain dari kardus atau sterofom dan tempelkan pada triplek. Langkah
ketiga olesi triplek dengan lem kayu dan taburkan serbuk kayu di atasnya, dan
angin-anginkan di tempat yang teduh hingga mengering. Selanjutnya, tempeli
dengan sampah alam yang berupa dedaunan, kulit kayu atau kulit buah pada
triplek. Potongan dari sampah alam yang akan ditempel dapat dibentuk puzzle,
bentuk beraturan maupun tak beraturan sesuai dengan selera. Setelah semua
gambar tertutupi dengan tempelan sampah alam, selanjutnya membuat garis-garis
detail gambar. Dalam membuat kolase limbah alam perlu diperhatikan untuk
pemilihan warna (coklat sedang, coklat tua, coklat muda) dan tekstur dari
sampah yang kita gunakan. Karena itu merupakan hal yang sangat mempengaruhi
nilai real kolase yang di buat.
D. PENGALAMAN
MEMBUAT KARYA
Dari awal Bapak guru menyampaikan bahwa untuk semester 2
akan diberi tugas membuat Kolase Limbah Alam, saya mencoba mengamati dan
memperhatikan contoh karya – karya yang ada di sekolah. Setelah beberapa kali
saya mengamati, saya berpikir bahwa ini akan terlalu sulit bagi saya. Karena
saya bukan tipe orang yang telaten-telaten sekali. Tapi setelah saya
melaksanakan apa yang ditugaskan Bapak guru untuk mulai mencari bahan-bahan
untuk karya tersebut, ternyata tak sesulit yang saya pikirkan. Saya mulai
mencari-cari limbah dapur yang ada di rumah saya. Di dapur saya menemukan,
kulit kacang, kulit rambutan, kulit salak, kulit bawang, janggelan jagung dan
bathok kelapa. Hehe… namanya juga seniman amatiran. Saking cerdasnya saya,
membuat saya kelupaan bahwa seharusnya saya hanya mencari bahan-bahan yang akan
saya pakai saja. Jadi tak membuang-buang waktu untuk mencari limbah yang sama
sekali tidak saya perlukan. Oke,,, pencarian tak berhenti sampai di situ. Saat
saya di ajak mbok (nenek) saya untuk mencari makanan kambing di rumah mbah yut
saya. Saya juga ikut-ikutan memunguti daun-daun kering di kebun. Saya memunguti
daun nangka, lamtoro, serta kulit pohon keres di depan rumah mbah yut saya.
Karena kebetulan waktu itu mbah yut kakung saya sedang memotongi pohon keres.
Saya pikir struktur kulitnya yang unik mampu memperindah karya yang akan saya
buat. Sampai-sampai mbah yut putri ngomel-ngomel karena saya memunguti limbah
alam yang tidak selayaknya saya punguti. Setelah saya jelaskan untuk apa saya
memunguti itu semua, beliau malah tertawa… “Cah sakiki sekolah kok neko-neko ae”
begitu katanya. Saya hanya tersenyum.
Hari jumat tiba, bapak guru masuk kelas dan menerangkan
apa saja yang dibutuhkan dan perlu di bawa untuk pertemuan yang akan datang.
Diantaranya di suruh membawa triplek, lem kayu, limbah alam, kardus.
Alhamdulillah di rumah saya masih punya lem kayu, sisa buat praktek fisika
kelas XI serta kardus ,,, di rumah juga ada. Jadi tinggal cari limbah alam yang
lain aja. Kalau triplek udah disediakan kelas. Selanjutnya mencari gambar yang
akan dibuat untuk obyek kolase. Untungnya hari itu saya membawa laptop, jadi
tak begitu ribet. Karena ada anak yang
udah menemukan gambar menurutnya bagus tapi ternyata terlalu rumit. Aku pun
sampai maju 2x kalau gak salah. Alhamdulillah yang ke 2 di ACC oleh Bapak guru.
Malangnya nasib saya, di pertemuan selanjutnya waktu
pembagian triplek saya malah pergi pinjam gunting besar di kelas XI IPA 4. Al
hasil saya tak dapat trilek baru dech.
Tapi, whateverlah. Banyak jalan menuju Roma.Setelah melihat saya dan
lutfi tak dapat triplek baru teman-teman pada ribet untuk mencarikan triplek
bekas di gudang. Melas banget ya. Tapi triplek itu gak begitu berpengaruh. Yang
terpenting itu gimana caranya menyusun karya dengan sekreatif mungkin. Hanya
itu yang ada di pikiran saya. Dan yang yang saya tidak menyangka sekali, waktu
saya dan Lutfi membersihkan triplek bekas saya teman-teman sangat antusias
untuk membantu saya dan Lutfi. Jadi terharu… (hehe). Ya, itulah indahnya
kebersamaan.
Dalam membuat karya ini,
dibutuhkan ketelitian dan ketelatenan yang sangat tinggi. Dengan membuat karya
ini saya belajar bersabar untuk mendapatkan hasil yang terbaik dan harus berani
mencoba-coba untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Bahkan dalam membuat pohon
pada karya saya, saya harus bongkar pasang sebanyak 3 kali. Sungguh melelahkan,
tapi setelah melihat hasil akhirnya, saya jadi bangga pada diri saya sendiri.
Ternyata saya mampu membuat sendiri suatu karya yang awalnya, saya sendiri
tidak yakin apakah saya mampu menyelesaikannya atau tidak. Tapi dengan modal “bonek”
ternyata saya mampu menyelesaikannya dengan hasil yang maksimal.
Komentar
Posting Komentar